Thursday, January 22, 2009

ada permen karet lengket di sepatumu

pojok kota yang temaram
menyimpan geram, lampu-lampu, shooting film di bundaran hi
gardu polisi yang selalu sepi, batu-batu licin, jemari bayi
sepasang kekasih menonton lalu-lalang malam minggu
di bawah telapak kaki mereka.

saksofon di tepi jembatan, pengemis manggut-manggut
seirama nada jazz sepotong-sepotong. koin logam berkilau
di mangkok plastik. pangkuannya busuk, noda hitam
bertahun tiduran di pelataran thamrin-sudirman.

semesta tak pernah diam. sunyi bukanlah emas
tertawa seharga platina berlapis cemas. tunggu saja di halte itu
pesing di balik punggungmu adalah cemara yang batal tumbuh
pusing di balik alismu rupanya disebabkan drama remaja
yang jadi alas duduk si bapak di sebelahmu

bagikan puisimu, pada jendela-jendela yang terbuka
setengah hati. jangan lupa semprotkan wangi dupa cina
asap di wajah tuan dan nona basuh saja dengan kata-kata.
lalu teruskan kesibukan di kegelapan yang terus berjalan

ada permen karet lengket di sepatumu
ia menolak lepas, takut membeku
seperti beton yang menggenggamnya
kaku.






nonton air mancur bersama danar.

No comments: